Sabtu, 06 September 2014

Lima Langkah Zigzag

kelelawar ada benarnya, kalau tak bisa meliahat kenapa tidak pakai telinga saja. si anak manusia melebarkan telinganya. ia berusaha memilah suara yang bisa menuntunya. terdengan gemricik air sungai mengalir lamban. jangkrrik berhenti megerik dimakan katak mengorek. lalu patahan ranting yang terinjak renyah terdengar. semua berkat kelelawar, kini si anak manusia bisa berjalan tanpa mata. jalannya zig zag sambil menyingkirkan krikil dengan kakinya.

Empat Langkah Lamban

Cahaya mana cahaya? dia melihat bukan karena mata tapi berkat cahaya. malam itu benar-benar gelap gulita. si anak manusia meraba raba ilalang untuk peroleh jalannya. Langkahnya lebih lamban dari desir angin malam. keadaan semakin mencekam tatkala kawanan kelelawar datang berkata-kata. "hey anak manusia, kami saja yang buta bisa terbang sebebasnya. sedang kau yang punya mata sempurna malah bermanja sentosa. gunakan telingamu bodoh,,". kelelawar berlalu sambil tertawa.

Jumat, 05 September 2014

tiga langkah acak

oleh sebab angin mata terbuka tak lama setelah daun beringin jatuh dipipi. mentari sembunyi di punggung bumi. si anak manusia tak melihat bayangannya. benda lainya juga kehilangan bayangan karena hari itu terlanjur petang. mustahil si anak manusia masih di bawah beringin. mau tak mau ia harus beranjak dan mencari tempat aman. masalahnya dengan apa ia peroleh cahaya untuk menuntunya pergi.

dua langkah kebelakang

awalnya gembira namun lipatan dagunya tunjukan ragu. kuintip ia sedang tengok kanan kirinya. seolah matanya masih belum mau menerima jalan awal ini. ia merasa kakinya masih kaku sebab terlalu lama membatin rasa. Duri mentari semakin tajam menusuk kening tapi kenapa si anak manusia masih berteduh di bawah pohon beringin. kuintip lagi, ia masih melihat panah di lenganya, "ah nanti saja" kata batin si anak manusia sambil pejamkan mata.

satu langkah



Bermula seuatu kisah. Kisah perjalanan seorang anak manusia yang kesekiankali terjebak oleh pilihan. Kisah yang berisi tentang perjalanan tanpa tujuan. Sebab itu kisah ini butuh peta, butuh mata angin, butuh kendaraan. Jutaan jalan terhampar didepan, kisah ini memilih satu jalan sebagai lembar awalnya. Tiap lembarnya menjadi rute perjalan itu. Sedang orang sekelilingnya bertanya "kemana anak manusia itu pergi jika di sini pertiwi". Entahlah, kaki saja baru melangkah.